Pasar yang Gelisah
Dinamika Pedagang Pasar Atas Bukittinggi hingga Lesunya Aktivitas Pasar Sejak Pembangunan Baru Jantung Kota. Di hari pertama menginjakan kaki di kampung halaman, beberapa teman yan
Menutup akhir tahun 2018, Ladang Rupa mengadakan kegiatan pameran arsip yang bertajuk “Pameran Arsip 99 tahun Oesman Effendi” berlokasi di Balai Budaya Oesman Effendi (OE) Koto Gadang bertepatan persis dikampung halamannya. Kegiatan pameran ini diselenggarakan pada 22-29 Desember 2018 yang sebelumnya juga pernah diselenggarakan di galeri Ibenzani Usman FBS Universitas Negeri Padang sebagai tajuk aktivasi wacana kesenian dan tokoh minang dalam ranah akademik, pameran ini bertujuan untuk menggali lagi pemikiran Oesman Effendi serta tendensi pemikiran kini dalam konteks kontemporer dan juga sebagai kerja sosial terkhusus sebagai pembelajaran bagi kami di forum Ladang Rupa dalam membingkai wacana dan dikeluarkan dalam bentuk output pameran yang dikemas dalam arsip yang memuat wacana kesejarahan, sosial, budaya dan lainnya. Pameran arsip yang dikuratori oleh Hidayatul Azmi kali ini memamerkan arsip-arsip seputar perjalanan Oesman Effendi berupa tulisan-tulisan seputar OE yang didapat dari lembaga arsip yang mengumpulkan rekam jejak seputar OE seperti Indonesian Visual Art Archieve Database (IVAA), dan juga kita juga bisa mendengarkan rekaman ceramah OE, beberapa lukisan, sketsa, dan koleksi piringan hitam OE yang masih tersimpan di rumah keluarganya di Koto Gadang. Seperti yang diutarakan Ami dalam catatan kuratorialnya, nama OE ramai diberitakan dalam surat kabar sejak tahun 70-an karena pernyataan kontroversialnya “seni lukis Indonesia tidak ada”. Dalam catatannya, Ami juga menuliskan bagaimana OE mereseprentasikan wacana modernitas dimasanya, wacana itu tampak hadir dalam tulisan OE sejak ia memutuskan untuk masuk dalam dunia seni lukis. Menurut Ami, dalam konteks saat ini menjadi penting memahami semangat OE menyingkap dasar-dasar yang mana seni lukis Indonesia. Gedung putih atau yang dinamai dengan Balai Budaya Oesman Effendi merupakan bangunan yang didirikan oleh OE saat ia memutuskan pulang kampung dan mencoba membangun sebuah ruang untuk aktifitas kesenian dan kebudayaan di nagari kelahirannya sendiri sekitar tahun 1972. Gedung yang masih sangat kokoh ini memiliki dua lantai dengan banyak jendela kaca sehingga memperlihatkan bagaimana OE bersama warga memanfaatkan ruang itu dahulunya sebagai tempat pelatihan membatik, melukis, bermusik dan kegiatan kesenian lainnya.
Koto Gadang sendiri merupakan nagari yang berada diwilayah administratif Kabupaten Agam, namun secara geografis nagari ini lebih dekat dengan Kota Bukittinggi dan hanya dibatasi oleh Ngarai Sianok. Nagari pengrajin perak ini juga memiliki kebudayaan pertanian yang kuat, terlihat dari sawah warga Koto Gadang yang sangat luas, di daerah ini juga t banyak melahirkan banyak tokoh-tokoh penting seperti Sutan Syahrir, Haji Agus Salim, Rohana Kudus, dan juga Oesman Effendi sebagai pelukis berpengaruh di indonesia.
Pameran arsip ini dibuka oleh Faris selaku ketua pelaksana, bapak Harmen sebagai perwakilan dari keluarga Oesman Effendi, dan Hidayatul Azmi selaku kurator. Pembukaan pameran juga dimeriahkan oleh pertunjukan tabua tasa oleh Saraso, dan performance art oleh Komunitas Sarueh dengan tajuk “Keakuanku”, dan pembacaan essay karya Rusli Marzuki Saria seorang penulis senior oleh Emil Reza Maulana.
kegiatan diskusi diadakan pada keesokan harinya dengan judul “OE Menumbuhkan Seni Dari Kampung”. Diskusi tersebut menghadirkan Ibrahim “Boim” merupakan seorang pengamat seni rupa dan penulis, juga menghadirkan Syhrial Yayan yaitu seorang pelukis senior yang aktif berkarya sampai saat ini. Diskusi ini membahas bagaimana OE bergejolak dimasanya, hal ini terkait dengan lokalitas berkesenian yang ingin dibangun OE dan dimulai dari lokalitas budaya yang beragam. Dalam diskusi kali ini jga membahas tentang bagaimana aktivasi gedung Balai Budaya yang dibangun Oesman Effendi yang sempat vakum beberapa tahun dikarenakan kurangnya tenaga pengurus.
Selain diskusi, juga dilaksanakan kegiatan bincang-bincang seputar Koto Gadang bersama pak Dasril dan Harmen Moezahar dan dilanjutkan dengan sketsa bersama, Koto Gadang tentu menjadi tempat yang nyaman untuk melakukan aktifitas kesenian seperti menggambar bersama karena daerah yang tenang, sejuk, dan memaparkan keindahan alam pedesaan serta realitas sosial penduduknya. Kegiatan ini diikuti oleh teman komunitas dalam dan luar daerah yang menyempatkan hadir pada pameran yang berlangsung selama satu pekan.
Pameran arsip ini juga diselingi dengan kegiatan Bioskop Taman dengan menayangkan film “Marah Di Bumi Lambu” produksi Forum Lenteng Jakarta. Film ini bererita tentang pengorbanan dan tragedi yang terjadi dalam upaya petani mempertahankan wilayahnya dari izin pertambangan yang diberikan pemerintah lokal. Filem dokumenter tersebut memperlihatkan cara arsip yang dimiliki warga bisa bekerja mengkonstruksi rentetan kejadian yang berujung pada pelanggaran HAM di daerah Lambu tersebut ditambah dengan review kejadian dan wawancara dengan masyarakat lokal, dan juga sebagai bukti sejarah dan berbagai tragedi yang terjadi di daerah mereka.
Malam penutupan pameran di isi dengan penampilan Wanita Ladang yang membacakan puisi dan musik, juga penampilan dari Rifki yang pertama kali membaca puisi dan menyanyikan lagu tentang kenangan, serta penampilan Lalang yang syahdu dan dirindukan. Diakhiri dengan, menikmati musik-musik pilihan dari Tiba-Tiba Disko yang membuat tubuh bergerak mengikuti irama musik. Pameran Arsip 99 Tahun oesman Effendi merupakan pameran arsip pertama di Sumatera Barat yang menampilkan arsip tokoh seni rupa Oesman Effendi. pameran yang diselenggarakan kali ini salah satu tujuannya untuk mengingat kembali tokoh penting Minangkabau beserta gagasannya khususnya dalam dunia seni rupa.
Dinamika Pedagang Pasar Atas Bukittinggi hingga Lesunya Aktivitas Pasar Sejak Pembangunan Baru Jantung Kota. Di hari pertama menginjakan kaki di kampung halaman, beberapa teman yan
DI era 1990-an, kita belum mengenal permainan modern seperti Playstation, online game, internet, dan komputer. Anak-anak juga belum mengenal ponsel, apalagi smartphone. Televisi pu
Andaikan seseorang meminta saya membangun jembatan atau membuat tiang jemuran, bisa dipastikan tak butuh waktu lama bagi saya untuk menolaknya sebab saya tidak tertarik sama sekali
Manas ciek luh! adalah ungkapan anak-anak Minangkabau di dalam sebuah permainan. Ungkapan tersebut bertujuan untuk meminta jeda sejenak bisa jadi karena kelelahan, haus, kaki kesem
Nagari Pandai Sikek terkenal dengan kerajinan songket yang sangat diminati oleh wisatawan terutama wisatawan asing dan wisatawan dari luar Sumatra Barat. Nagari ini terletak di kak
Kota Bukittinggi adalah kota yang dikenal sebagai kota wisata. Ada banyak pilihan tempat yang bisa dihabiskan bersama keluarga. Ada kebun binatang Kinantan, Jam Gadang, Ngarai Sian
Pameran ini merupakan pertunjukan lukisan dan sketsa Harmen Moezahar yang mengambarkan suatu kecenderungan yang muncul secara global pada seluruh karyanya. Istilah teater yang dima
Seniman adalah manusia, selama hidupnya berlangsung dan jiwanya berkembang, sebagai manusia ia menjadi bagian dari masyarakat bahkan hasil dari masyarakat itu sendiri. Sejatinya ma
Bioskop Taman kali ini menampilkan salah satu film neorealis Italia karya Luchino Visconti yang berjudul La Terra Trema atau jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi Bum