TULISAN KAWAN KITA TULISAN KAWAN KITA TULISAN KAWAN KITA
TULISAN KAWAN KITA TULISAN KAWAN KITA TULISAN KAWAN KITA
August 4, 2017

Bukittinggi atau Sumatera Barat secara umum bukanlah kota barometer kesenian modern di Indonesia. Kesenian Sumatera Barat tidaklah lahir dari praktik kesenian modern seperti yang semarak terjadi di Bandung atau Yogyakarta. Walaupun tercatat sebagai daerah yang sudah sejak lama menghadirkan karya-karya seni rupa dan menyumbang banyak seniman berpengaruh di Indonesia, Sumatera Barat tidak cukup mempengaruhi jadag seni rupa Indonesia dalam konteks kekinian. Selain itu indikasinya banyak seniman yang lebih memilih daerah lain ketimbang Sumatera Barat sebagai tempat mengadu nasib karena barangkali ekosistemnya yang dinilai lebih baik.

Kesenian Sumatera Barat lahir dan tumbuh dari tradisi Minangkabau yang kental akan pemaknaan filosofis terhadap alam dengan segala bentuk,sifat, dan fenomena-fenomena yang terjadi di dalamnya. Menurut orang Minangkabau, alam memiliki dua sifat mendasar. Pertama, alam tidak pernah berubah sejak dulu hingga sekarang. Hal-hal yang tidak pernah berubah itu dijadikan masyarakat sebagai landasan hukum yang disebut adat babuhua mati.  Kedua, alam bisa berubah-ubah sesuai kodratnya. Sifat ini juga dijadikan landasan adat yang disebut adat babuhua sentak. Pemaknaan filosofis akan alam disarikan dalam bentuk petatah-petitih dan mamangan yang dijadikan aturan hukum ,ketentuan adat dan pedoman hidup untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain dalam bertuk petatah petitih, pemaknaan itu juga tersari dalam karya-karya seni rupa Minangkabau, seperti rumah gadang, motif ukiran, songket, pakaian, dan lain-lain.

Di era modern ini terdapat praktik-praktik kesenian yang sudah menciptakan iklim berkesenian modern di Sumatera Barat, seperti instansi kampus, galeri, event, serta kelompok atau organisasi seni. Di Sumatera Barat terdapat dua institusi kampus yang berperan sebagai pencetak seniman-seniman akademik yang menjadi motor perkembangan seni rupa di Sumatera Barat. Masing-masing kampus ini mengadakan setidaknya dua kali pameran seni rupa dalam setahun dan beberapa pameran lainnya yang diselenggarakan himpunan mahasiswa. Pameran-pameran itu cukup mewadahi pengembangan diri mahasiswa untuk memperkaya pengalaman tentang berkegiatan seni.  Di luar cakupan akademik, muncul pergerakan-pergerakan berbentuk kelompok seniman, ruang alternatif,  organisasi, dan lain-lain. Agaknya Komunitas Seni Belanak (KSB) adalah kelompok yang tidak boleh luput dalam catatan sejarah seni rupa Sumatera Barat. Kehadiran KSB pada tahun 2003 merupakan cikal bakal tumbuhnya kantung-kantung pergerakan seni di daerah dan hingga saat ini dianggap  kapa gadang yang menaungi semangat pergerakan itu. Setelah sempat hilang beberapa lama, regenerasi pengurus KSB memberi nafas dan semangat baru dengan dihelatnya Pameran Bulan Seni Ramah Lingkungan tahun 2015. Setelah pameran terakhir itu KSB masih berusaha mempertahankan diri dalam nyala dan redupnya.

Selain KSB, di Padang dan Padang Panjang hadir berbagai wadah yang berupaya memfasilitasi berbagai bentuk kegiatan seni di tengah keterbatasan ruang, baik berbentuk galeri alternatif, ruang, maupun kelompok seniman.  Masing-masing wadah ini setidaknya mengadakan satu kali pameran seni rupa dalam setahun. Merambah ke daerah, di kota Solok pergerakan seni juga dilakukan yang lebih berfokus pada penelitian dan pengembangan pengetahuan seni dan media. Selanjutnya dalam rangka menciptakan iklim berkesenian yang baik di Kota Bukittinggi berbagai praktik  dengan tujuan edukasi dan pengembangan seni budaya telah digerakkan intens sejak 2015 lalu. Ternyata spirit berkesenian di daerah terus menjalar dan melahirkan kelompok-kelompok baru seperti Sawahlunto dan Sijunjung, hingga ke nagari kecil. Kelompok-kelompok ini berupaya membangun iklim berkesenian sesuai kebutuhan daerahnya masing-masing.

Hingga saat ini tercatat belasan kelompok seni rupa yang ada di Sumatera Barat. Pertanyaannya, dari sekian banyak kelompok, apakah pergerakannya telah menyentuh masyarakat? Sejauh apa pergerakan ini melibatkan dan membentuk masyarakat berbudaya yang melek seni? Apakah yang dilakukan benar membekas pada masyarakat umum, ataukah hanya berkutat dalam masyarakat tertentu saja?

Ladang Rupa, salah satu penggerak seni yang berbasis di Bukittinggi telah mengadakan kegiatan artcamp pada tanggal 22 – 24 Januari 2016 lalu di Bukittinggi. Kegiatan bertajuk “OTA-Obrolan Tentang Art”  ini merupakan yang kali pertama diadakan di Sumatera Barat, dimana penggiat seni dari berbagai daerah di Sumatera Barat berkumpul dalam sebuah area camp selama tiga hari untuk meningkatkan obrolan yang intens demi perkembangan kesenian selanjutnya. Menilik pentingnya para penggiat seni ini duduk bersama demi memanaskan semangat gotong royong dan kebersaman sebagai ciri khas pergerakannya, kelanjutan OTA adalah suatu kebutuhan.

OTA dalam OTAFEST akan kembali mengajak para penggiat seni dari berbagai daerah di Sumatera Barat untuk melihat kembali perkembangan seni rupa di Sumatera Barat dalam konteks kekinian.  Dalam sebuah agenda talks atau diskusi pada OTAFEST, intisari permasalahan dari pertanyaan-pertanyaan di atas dan langkah selanjutnya akan dirangkum bersama. OTAFEST dihadirkan lebih dekat pada konsep festival dengan tetap menjadikan ma-ota atau mengobrol sebagai kegiatan inti.

Categories: catatan program