Pasar yang Gelisah
Dinamika Pedagang Pasar Atas Bukittinggi hingga Lesunya Aktivitas Pasar Sejak Pembangunan Baru Jantung Kota. Di hari pertama menginjakan kaki di kampung halaman, beberapa teman yan
Film sebagai media komunikasi yang bersifat audio visual, tentu saja memiliki pengaruh terhadap para para penontonnya. Sebagai karya seni, film menjadi media untuk menyampaikan ide dan media untuk melakukan ekperimen yang sekarang banyak dikenal dengan film ekperimental. Maksud dari film eksperimental sendiri adalah film sebagai labor percobaan untuk mengekplorasi dengan bebas ide, gagasan, serta keresahan subjektifitas si pembuat film sendiri.
Film “Saya dan Perawan” karya Gangga Lawranta, merupakan film pendek, dimana sutradara bereksperimen dalam karyanya tersebut. tidak hanya dalam penggarapannya saja, tapi juga dalam penyajiannya. Film ini dihadirkan dalam bentuk instalasi video, dan dipamerkan dalam ruang pameran, bukan dalam ruang menonton yang dikhususkan untuk menonton berjamaah. Sutradara mendisplai karyanya ini menggunakan manikin dengan pakaian perempuan yang sama dalam filmnya, sedangkan film tersebut ditayangkan pada sebuaah layar kecil yang diletakakn dibawak kaki manikin, sehingga tidak memungkinkan untuk ditonton secara masal, tapi ditonton perorangan. Pengunjung yang ingin menonton, akan mengintip kebawah rok manikin untuk dapat melihat film eksperimental tersebut.
Dalam filmnya, sutradara ingin menangkap respon tentang isu yang sengaja dilemparkan pada masyarakat ramai dalam bentuk performen art, yaitu persoalan keperawanan. Seperti kebanyakan film eksperimental, film ini tidak memiliki plot, namun memiliki struktur. Film “Saya dan Perawan”ini seperti video social eksperment karena bersinggungan dengan struktur sosial masyarakat tempat film ini digarap, yaitu kota Padang Panjang yang dikenal dengan kota Serambi Mekkah. Film berdurasi kurang lebih empat menit ini, menampilkan seorang talent perempuan bergaun merah, dengan makeup yang cukup mencolok dan rambut yang terurai panjang berjalan di tengah keramaian pasar dengan mengalungkan kertas bertulisakan saya tidak perawan. Jelas tampak dalam film ini berbagai ekspresi masyarakat melihat seorang perempuan dengan dandanan mencolok berjalan ditengah keramaian pasar sambil mengalungkan tulisan berisi kata-kata yang masih dianggap tabu dalam masyarakat itu sendiri.
Berdasarkan pemaparan sutradara, film ini mencoba untuk menghadirkan isu seputar persoalan keperawanan dalam bentuk tokoh perempuan yang dihadirkan. Sedangkan menghadirkannya dalam bentuk video instalasi bermaksud untuk memberikan efek psikis yang berbeda. Dengan karyanya ini, Sutradara ingin menyampaikan bahwa berbicara tentang perempuan, bukan hanya persoalan seksualitas saja, tapi banyak isu yang dapat berkembang.
Karya yang berudul “Saya dan Perawan” ini, tentu memberi berbagai sudut pandang yang berbeda-beda kepada khalayak ramai. Terlebih lagi performance dari talen yang cukup memberi efek chaos di masyarakakat, tidak hanya situasi pasar, namun juga merambah ke sosial media. Bicara soal ketidakperawanan secara umum adalah terjadinya penetrasi atau lebih dikenal dengan berhubungan intim. Maka dari itu, keperawanan identik dengan seksualitas.
Dalam masyarakat indonesia, keperawanan merupakan simbol dari kehormatan seorang perempuan, sedangkan kata tidak perawan identik dengan hubungan intim antara laki dan perempuan yang belum memiliki ikatan pernikahan. Kata tidak perawan memang masih dianggap tabu dalam prespektif masyarakat daerah khususnya, karena berkaitan dengan kultur sosial yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Tidak perawan juga identik dengan tingkah dan perilaku seorang perempuan yang dianggap tidak bisa menjaga kehormatanya, atau masyarakat menganggapnya sebagai perempuan yang tidak suci. Menurut pandangan saya, karya ini seperti memberi pembenaran terhadap image yang kemungkinan besar ada dalam stigma masyarakat tentang bagaimana figur seorang perempuan yang tidak perawan dalam konotasi negatif. Memaparkan kata tersebut kehadapan halayak ramai bisa jadi bertujuan untuk memecah tabu tersebut, agar masyarakat lebih peduli dengan kesehatan reproduksi, atau pendidikan seks usia dini. Tapi apakah hal tersebut cukup efektif?
Persoalan perawan atau tidaknya seorang perempuan, hakikatnya adalah hak perempuan atas tubuhnya sendiri. Perempuan memiliki hak penuh atas dirinya terlepas dari kontrol sosial yang dibentuk oleh sistem patriarki, yang membentuk stigma-stigma negatif terhadap ketidakperawanan dan terpatri dalam benak masyarakat sehingga menjadi sebuah kontrol untuk perempuan sendiri. Nyatanya secara langsung atau sengaja sutradara menghadirkan figur yang secara simbolik tercipta dalam stigma masyarakat. Dapat dikatakan bahwa sutradara memberikan pembenaran atas stigma tersebut. Simbol itu melekat pada talent dalam film “Saya dan Perawan” itu sendiri, seperti pada pemilihan warna merah yang dipakaikan pada talent, yaitu gaun berwarna merah, dan lipstik merah. Merah lebih melambangkan sensualitas ketimbang lambang feminim seorang perempuan. Selain itu perempuan dengan rambut panjang terurai dan make up berlebihan, juga menitik beratkan pada sensualitas, serta perilaku yang tidak sesuai dengan tabiat untuk daerah seperti Padang Panjang. Di film ini tampak masyarakat Padang Panjang, khususnya perempuan-perempuan berkerudung melihat aneh, karna figur yang sangat mencolok ditambah lagi dengan kertas bertuliskan saya tidak perawan. Seperti yang disampaikan sutradara bahwa tokoh perempuan dalam film ini adalah perlambangan isu yang ingin dikemukakan, tapi apakah isu yang terpaparkan? Atau malah menegaskan serupa apa image perempuan yang sudah tidak perawan?
Pendisplaian karya ini juga didominasi dengan warna merah yaitu tirai berwarna merah, dan tak tanggung-tanggung sutradara memakaikan g-string berwana merah pada manikinnya. Jika menurut sutradara mendisplai seperti itu memberikan efek psikis yang berbeda, juga tidak tertutup kemungkinan bahwa hal tersebut memberi efek seksual tertentu bagi para penontonnya. “Saya dan Perawan” bagi saya adalah karya yang secara tidak langsung mengeksploitasi perempuan dengan menghadirkan figur perempuan tidak perawan dengan sedemikian rupa. Akan berbeda jika figur yang hadir dan mengalungkan tulisan saya tidak perawan adalah perempuan dengan tampilan biasa-biasa saja, dengan pakaian yang mungkin dipakai sehari-hari, dengan make up yang biasa atau tanpa make up sekalipun. Karna persoalan keperawanan adalah persoalan perempuan secara universal, bukan persoalan perempuan dalam figur tertentu. Selain itu menurut saya karya ini malah bukan memecahkan tabu, atau mematahkan stigma negatif di masyarakat tentang perawan dan tidak perawan, tapi malah menegaskannya. Karna film ini merupakan karya seorang laki-laki yang berbicara soal perempuan, maka karya ini menggambarkan domimasi patriarki dalam pembentukan stigma terhadap kehidupan perempuan yang akan menekan ruang gerak perempuan atas dirinya sendiri. Akhirnya “Saya dan Perawan” sebagai hasil ekspermen dari sutradara hanya berbicara tentang perempuan dalam kacamata laki-laki yang tidak jauh dari persoalan seksual saja.
*tulisan ini sebagai respon dari karya “Saya dan Perawan” oleh Gangga Lawranta yang dipamerankan pada 4-7 September 2018 di Gdg Nusantara ISI Padang Panjang.
Dinamika Pedagang Pasar Atas Bukittinggi hingga Lesunya Aktivitas Pasar Sejak Pembangunan Baru Jantung Kota. Di hari pertama menginjakan kaki di kampung halaman, beberapa teman yan
DI era 1990-an, kita belum mengenal permainan modern seperti Playstation, online game, internet, dan komputer. Anak-anak juga belum mengenal ponsel, apalagi smartphone. Televisi pu
Andaikan seseorang meminta saya membangun jembatan atau membuat tiang jemuran, bisa dipastikan tak butuh waktu lama bagi saya untuk menolaknya sebab saya tidak tertarik sama sekali
Manas ciek luh! adalah ungkapan anak-anak Minangkabau di dalam sebuah permainan. Ungkapan tersebut bertujuan untuk meminta jeda sejenak bisa jadi karena kelelahan, haus, kaki kesem
Nagari Pandai Sikek terkenal dengan kerajinan songket yang sangat diminati oleh wisatawan terutama wisatawan asing dan wisatawan dari luar Sumatra Barat. Nagari ini terletak di kak
Kota Bukittinggi adalah kota yang dikenal sebagai kota wisata. Ada banyak pilihan tempat yang bisa dihabiskan bersama keluarga. Ada kebun binatang Kinantan, Jam Gadang, Ngarai Sian
Pameran ini merupakan pertunjukan lukisan dan sketsa Harmen Moezahar yang mengambarkan suatu kecenderungan yang muncul secara global pada seluruh karyanya. Istilah teater yang dima
Seniman adalah manusia, selama hidupnya berlangsung dan jiwanya berkembang, sebagai manusia ia menjadi bagian dari masyarakat bahkan hasil dari masyarakat itu sendiri. Sejatinya ma
Bioskop Taman kali ini menampilkan salah satu film neorealis Italia karya Luchino Visconti yang berjudul La Terra Trema atau jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi Bum