TULISAN KAWAN KITA TULISAN KAWAN KITA TULISAN KAWAN KITA
TULISAN KAWAN KITA TULISAN KAWAN KITA TULISAN KAWAN KITA
December 16, 2018

Kali ini Bioskop Taman kedatangan kawan-kawan dari Milisifilem Forum Lenteng yang diwakilkan oleh Robby dan Dhuha. Dalam tour mereka kali ini, Ladang Rupa menjadi salah satu partner selain Kota Padang dan Pekan Baru untuk menayangkan lima filem dari kawan-kawan Milisifilem dan saling berbagi tentang pengetahuan sinema.  Tour penayangan Proyek Filem Hitam Putih yang berlangsung di berbagai kota di Jawa dan Sumatra ini bertujuan untuk saling berbagi tentang bagaimana praktik-praktik produksi visual, baik secara teknis maupun konteks. Seperti tajuk dari proyek Milisifilem, kelima filem yang ditayangkan memang filem hitam putih dengan berbagai narasi yang berbeda. Namun ternyata yang dikemukakan kawan-kawan Milisifilem melalui filem-filem ini bukannlah bentuk narasi, tapi bagaimana mereka menerapkan apa yang sudah dipelajari dari kelas Milisifilem.

Menariknya adalah, bagaimana proses kawan-kawan Milisifilem untuk menghasilkan sebuah karya berbentuk audio visual. Seperti yang dijelaskan Dhuha dan Robby, pada kelas Milisifilem mereka melakukan pendekatan dengan hal yang sangat-sangat mendasar, yaitu garis. Selama beberapa waktu, kawan-kawan milisi film membuat garis-garis sejajar, hingga garis-garis dengan ketebalan yang berbeda-beda. Saat itu mereka diajarkan bawha garis bisa membentuk irama. Tahap pembelajaran Milisifilem selanjutnya adalah dwimatra/nirmana, ilmu paling dasar dalam dunia seni rupa. Berlajut pada pembelajaran sketsa, bagaimana menangkap impresi dan membingkai komposisi dari sebuah objek. Metode-metode tersebutlah yang diaplikasikan dalam proses pengerjaan Proyek Filem Hitam Putih tersebut. Kawan-kawan Milisifilem juga belajar mengeksplorasi garis dengan penggunaan kamera, bagaimana kemunculan garis dengan kerapatan tertentu, intensitas tertentu, dan kecepatan tertentu mampu membangkitkan sebuah emosi. Dhuha menambahkan, kenapa dinamakan Proyek Hitam Putih, karena proses belajar mereka masih ditahap hitam-putih dan belum sampai tahap pengenalan warna, jadi mereka mengerjakan apa yang sudah mereka pelajari.

Filem Into The Dark bercerita tentang seorang aktivis agraria yang diculik. Hampir semua gambar berada dalam box mobil, dengan narasi yang secara linear berada di luar box, lalu masuk ke dalam box, dan akhirnya keluar lagi dari box. Dalam film ini, Dhuha memposisikan kamera sebagai mata bantu untuk penonton. Menurut Ddhuha, dibandingkan dengan memakai adegan kekerasan atau dialog terntentu, ia lebih memilih penggunaan cahaya sebagai intensitas suasana film untuk mencari tau bagaimana perasaan seseorang yang diculik dalam sebuah mobil box. Selain itu kecepatan mobil yang menghasilkan suara getaran juga membantu membangun ketegangan suasana dari narasi yang disampaikan.

Begitu juga dengan filem Karib yang mengimplikasikan garis-garis berirama dalam bentuk gelombang air di kolam berenang. Dari kelima filem yang ditayangkan, filem Aksi Reaksi memiliki teknik yang berbeda dengan keempat filem lainnya, karena visual bergaya kolase dengan teknik stopmotion ditambah dengan beberapa garis-garis. Mia bercerita bahwa filem tersebut terinspirasi dari warkop DKI episode Maju Mundur Kena dan Itu Bisa Diatur.

Robby menuturkan bahwa di Milisifilem mereka belajar bahwa film yang merupakan bagian dari seni, dimana filem sebagai seni terakhir, merupakan kompilasi dari seni-seni sebelumnya, baik itu seni rupa, teater, musik, dan lain-lain. Maka untuk belajar visual filem, mereka melakukan pendekatan dari akar visual itu sendiri, yaitu seni rupa. Milisifilem manjadi pengingat bahwa filem adalah bagian dari seni rupa juga. Dalam Proyek Filem Hitam Putih ini, para peserta Milisifilem juga berangkat dari menentukan sebuah premis. Meskipun tidak dalam bentuk produksi yang mapan, dimana sutradara, penulis, cameraman, dan produser memiliki tugas dan fungsi yang terpisah-pisah, namun pada proyek filem ini semua fungsi tersebut dilakukan secara bersama, karena tim hanya terdiri dari tiga orang.  Dalam filemnya, Cut, Robby mencoba mengekplorasi kemungkinan bagaimana seluloid bekerja dan menjadi penghubung antara proyeksionis dan penonton.

Pada filem Pagi yang Sunsang, yang ingin dihadirkan adalah bagaimana masyarakat sekarang sudah terbiasa dengan sesuatu yang paradoks. Traktor yang lalu lalang di tengah pasar mengangkut sampah dengan jumlah yang sangat banyak setiap harinya. Tapi tentu saja setiap film akan diinterpretasikan berbeda tergantung pengalam si penonton. Seperti yang disampaikan Rangga, bahwa filem ini akan memberi arti yang berbeda di daerah yang berbeda pula, sehingga permasalahan sampah yang diperlihatkan dalam filem ini menjadi isu universal yang bisa diterima diamanapun. Kedatangan kawan-kawan Milisifilem seperti memberikan pandangan yang mungkin luput, dimana pelajaran dasar dari keilmuan seni rupa merupakan akar utama dari sinema itu sendiri.