TULISAN KAWAN KITA TULISAN KAWAN KITA TULISAN KAWAN KITA
TULISAN KAWAN KITA TULISAN KAWAN KITA TULISAN KAWAN KITA
October 29, 2023

Nagari Pandai Sikek terkenal dengan kerajinan songket yang sangat diminati oleh wisatawan terutama wisatawan asing dan wisatawan dari luar Sumatra Barat. Nagari ini terletak di kaki gunung Singgalang, Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar. Pandai Sikek dikelilingi sawah yang terbentang luas. Banyak sekali terlihat kolam-kolam di dekat rumah warga. Kolam-kolam yang biasa disebut “tabek” itu difungsikan warga untuk mencuci baju, mencuci piring, dan kadang juga dijadikan kolam pemandian oleh anak-anak. Pada tanggal 24 agustus 2023, saya dan Bayu berkunjung ke sana.

Tujuan kami ke Nagari Pandai Sikek ini adalah ingin mencari anak-anak yang sedang memainkan permainan tradisional, sehubung dengan adanya progam dari Forum Studi Ladang Rupa tentang mencari dan mendokumentasikan permainan tradisional atau permainan rakyat di daerah. Kegiatan ini menjadi progam penelitian yang berfokus pada permainan-permainan tradisional yang sudah mulai hilang atau ditinggalkan oleh anak-anak. Kami mengikuti lokakarya dan kelas materi, sebelum kami mengumpulkan data. Proses observasi ini saya mulai dari kampung halaman saya.

Setelah berkeliling sekitar dua puluh menit, kami sampai di Pagu- Pagu. Di sana ada lapangan bola yang dijadikan tempat bermain. Kami mendapati ada beberapa anak yang bermain di sana, tetapi mereka cuma memainkan sepak bola saja. Hal itu membuat kami jadi kurang tertarik untuk mendatangi anak-anak tersebut karena permainan yang mereka mainkan bukanlah permainan tradisional.

Kami lalu melanjutkan pencarian ke Nagari Koto Laweh yang berdekatan dengan Nagari Pandai Sikek. Ketika jam menunjukkan pukul 14.50 WIB, kami sampai di Jorong Batu Panjang. Saya dan Bayu melihat lima orang anak yang sedang duduk- duduk di teras depan sekolah SDN 01 Koto Laweh. Mereka sedang memainkan sebuah permainan, permainan yang sudah empat belas tahun tidak pernah saya mainkan lagi, dan ternyata masih dimainkan oleh anak-anak tersebut. Mereka sedang asyik bermain kartu.

Saya meminta Bayu untuk masuk ke dalam perkarangan sekolah. Kami berpura-pura mencari guru di sekolah agar terhindar dari pikiran negatif dari anak-anak. Kemudian terjadilah percakapan Bayu dengan salah satu anak.

“Main apo kalian, tu?”

Salah seorang orang anak menjawab, “Iko, Bang, kami main “kocong,” Bang.”

Kami bertanya apa itu kocong. Artinya “kocok” atau “diaduk”. Barulah kemudian saya memahami ternyata permainan kartu ini hanyalah soal penyebutan nama di masing-masing daerah, tetapi cara memainkannya tetap sama.

Setelah itu Bayu berkenalan dengan kelima anak tersebut. Ada Ozil (kelas 5), Daud (kelas 5), Ibra (kelas 6), Fadil (kelas 5), dan Panda (kelas 6). Saya kemudian berinisiatif mengambil handphone di dalam tas lalu merekam momen tersebut. Saya mendapatkan video yang lumayan panjang, sekitar lima belas menit. Di dalam video itu, saya melihat mereka memainkan berbagai variasi permainan kartu atau gambar: tapuak angin/ sah, main kocong, dan main kolok tarompa.

Permainan Tapuak Angin dimainkan dengan cara meletakkan selembar gambar yang terbalik di telapak tangan kedua pemain lalu melepaskan gambar itu ke lantai. Gambar yang menghadap ke atas adalah pemenang. Gambar yang terbalik adalah pihak yang kalah, dan jika salah satu gambar menumpuk di gambar lawan itu juga termasuk atau dianggap pemenang.

Sedangkan permainan Kocong dimainkan dengan cara kartu yang diaduk lalu dibagi dan ditumpuk menjadi 2-4 bagian, kemudian si pemain akan menebak nilai pada kartu apakah angkanya besar atau kecil. Jika si penebak itu benar maka semua tumpukan kartu menjadi milik si pemenang, dan dianggap kalah jika sebaliknya salah dalam menebak.

Permainan Kolok Tarompa dimainkan dengan cara kartu ditumpuk tinggi, dan dilempar dengan sandal oleh si pemain dari jarak tertentu. Jika sandal itu mengenai tumpukkan kartu itu terjatuh ke tanah maka kartu itu milik si pemain tersebut. Saya lalu menanyai Fadil. Dia tidak ikut bermain serta sebab dirinya tidak memiliki buah (kartu) untuk bermain.

Apo se permainan yang acok dimainkan di siko, Dil?

Fadil menjawab dengan suara yang agak pelan, “disiko kini main gambar nyo, Kak. Tergantung musim nyo, Kak“.

Kalau main kalereng ndak ado, Dil ?

Kalau main kalereang di SD ateh, Kak. Di sinan sadang musim main kalereang tu, Kak,” jawabnya.

Setelah beberapa lama kemudian anak-anak tersebut mengakhiri permainan dan berpamitan kepada kami untuk pulang. Lepas dari sekolah tersebut saya dan Bayu melanjutkan perjalanan lagi. Kami sampai di Nagari Kayu Tanduak. Kami berhenti di sebuah masjid yang berada di tepi jalan lintas Padang Panjang–Bukittinggi. Saya melihat beberapa anak yang sedang bermain di pekarangan masjid. Kami mendekat dan menemukan anak-anak memainkan pemainan bongkar pasang (lego). Kami kurang tertarik karena belum sesuai dengan jenis permainan yang kami cari dan memutuskan untuk melanjutkan perjalanan.

Selang beberapa waktu kami sampai di Jorong Mato Jariang, Nagari Kubang Putiah, Kabupaten Agam. Sekitar pukul 17.20 WIB, kami melihat seorang bapak yang sedang membuat sebuah layang-layang dan memutuskan untuk berhenti. Bayu menghampiri bapak tersebut untuk bertanya-tanya seputar permainan tradisional yang ada di jorong itu. Saya sendiri berinisiatif mengambil foto-foto dan merekam video di sana. Kebetulan ada sekelompok anak yang sedang bermain. Saya bertanya kepada salah satu anak.

Main apo kalian, tu?” sembari tetap merekam.

Kami sadang main kaja kunci, Kak,” jawab dari salah satu dari mereka. Namanya Marsha. Ia masih duduk di bangku kelas 1 MTS atau setingkat SMP. Saya memperhatikan bagaimana anak anak ini bermain Kaja Kunci. Mereka tertawa sambil berlari, bersorak-sorak sambil memanggil nama teman-teman mereka. Mereka yang sudah tertangkap oleh salah satu anak yang menjaga seolah-olah ingin dilepaskan dari kunci. Mungkin inilah maksud dari Kaja Kunci. Anak yang tertangkap akan gantian untuk menjaga. Jika si anak yang dikejar mengatakan “kunci”, maka yang mengejar tidak bisa menangkapnya. Si anak yang mengatakan “kunci” ini hanya bisa diam mematung dan akan lepas kembali jika salah satu teman membebaskannya.

Setelah mereka bermain Kaja Kunci, saya berkenalan mereka: Marsha (kelas 1 Mts), Zahwa (kelas 1 SMP), Iren (kelas 5 SD), Apin (kelas 3 SD), Paris (kelas 5 SD), dan Nopi (kelas 1 SD) sebagai anak bawang. Anak bawang biasanya disematkan pada anak-anak yang ikut bermain, tetapi masih terlalu kecil untuk diperhitungkan. Si anak bawang ini boleh diikutkan bermain tetapi boleh pula menolak untuk kalah.

Pada tanggal 25 Agustus 2023, kami kembali ke Jorong Mato Jariang, Nagari Kubuang Putiah, Kabupaten Agam. Kami melanjutkan observasi pada pukul 16.00 WIB dengan membawa beberapa alat permainan seperti kelereng dan karet/ kajai. Marsha dan teman teman lainnya sudah menunggu kami untuk ikut serta dalam permainan. Mereka memustuskan untuk bermain kajai “Tali Merdeka”.

1Bermain Kajai atau “Tali Merdeka” adalah permainan yang menggunakan peralatan sederhana yaitu karet kelang. Permainan ini intinya adalah anak melompati tali yang tersimpul memanjang dengan ukuran sekitar 3-4 meter. Permainan ini terdiri dari dua kelompok, yaitu pemegang tali dan pelompat tali. Pemain “Tali Merdeka” ini berjumlah genap, biasanya 2-10 orang. Artinya satu tim terdiri dari lima orang anggota. Permainan lompat “Tali Merdeka” merupakan cooperative games (permainan kerjasama). Permainan ini memiliki aturan pembagian tugas dan peran untuk mencapai tujuan. Contohnya peran ketua mengkoordinir anggotanya. Dalam permainan lompat “Tali Merdeka” ada ketinggian bergradasi yang harus dilompati seperti: tali berada batas lutut pemegang tali, tali berada sebatas pinggang, dst. Sewaktu melompat pemain tidak boleh mengenai atau menyentuh tali yang terbentang. Jika salah satu anggota tim menyentuh tali maka ia akan menggantikan posisi pemegang tali. Posisi tali berada di dada pemengang tali (posisi yang dianggap cukup tinggi). Pemain boleh menyentuh tali sewaktu melompat, asalkan lompatannya berada di atas tali dan tidak terjerat.

Permainan lompat “Tali Merdeka” (permainan kajai) mengandung unsur kompetisi. Masing-masing kelompok membentuk anggota tim menjadi lebih aktif dan harus mentaati peraturan bermain untuk mencapai tujuan kelompok. Unsur kompetisi dalam permainan lompat “Tali Merdeka” ini merangsang anak untuk siap bertindak. Setiap pemain berani mengambil peran dan cepat menjalankan peran yang telah ditentukan sebelum permainan dimulai. Misalnya seorang ketua kelompok mengkoordinir anggotanya untuk patuh pada aturan bermain, merancang strategi untuk mengalahkan lawan, dan memutuskan langkah-langkah yang harus dilakukan agar memenangkan permainan.

Penentuan menang dan kalah dihitung dari perolehan poin yang terbanyak dari masing masing tim. Pemberian imbalan/ reward dan hukuman/ punishment ditentukan oleh tim pemenang sesuai dengan kesekapatan pemain. Sebelum permainan tali merdeka dimulai, masing-masing perwakilan kelompok melakukan suit untuk menentukan kelompok mana yang menjadi pemegang dan pelompat tali. Permainan akan berakhir jika semua pemain merasa lelah, berhentinya salah satu atau lebih permain, atau bunyi bel sekolah.2

Saya meminta Marsha untuk menjalin karet gelang yang sudah saya bawa. Beberapa lama kemudian karet gelang sudah selesai dengan ukuran panjang sekitar 2-3 meter. Mereka lalu membagi tim menjadi dua kelompok yang masing-masing tim terdiri dari dua orang anak. Saya kemudian berinisiatif merekam video.

Baa kok setek se kawan kalian yang main kini?” tanya saya. “Kawan–kawan ko kini lah sibuk main di rumah selai, Kak. Main hp se nyo di rumah kini, Kak,” jawab Zahra.

Baa tu ndak lasuah nyo main di lua, lai?

Iyo, Kak. Lapangan tu ndak ado lai, Kak. Lah basemen se sadonyo, Kak. Kadang-kadang kalo ndak ado paket [kuota internet] kawan kawan tu lai sasakali main jo kami. Dakek lapangan heler bareh ko kami main, Kak,” imbuh Marsha.

Ternyata tidak adanya lapangan bermain di suatu kampung, desa, jorong bisa menghambat anak-anak untuk bermain. Seiring berkembangnya teknologi, anak-anak zaman sekarang pun lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain gadget dari pada memainkan permainan tradisional. Namun, ada baiknya kita mulai kembali memperkenalkan permainan tradisional ini pada anak-anak. Pasalnya, diketahui bahwa melakukan permainan tradisonal memberikan banyak manfaat untuk tumbuh dan berkembang anak. Permainan ini tentunya bagus untuk diajarkan, agar anak mampu meningkatkan kecerdasan kinestetik yang dikembangkan melalui pembelajaran gerakan, olah raga, dan permainan yang melibatkan gerak anggota tubuhnya. Contoh permaian tradisional yang bisa membantu pertumbuhan anak yaitu bermain tali merdeka atau kajai, dengan bermain tali merdeka maka terbentuklah keseimbangan gerak tubuh dari anak yang mana memainkan permainan tersebut itu dengan menggunakan satu kaki untuk meloncat.

Permainan tradisional pun akan membentuk jiwa sosial anak atau sosial emosional anak. Anak mampu menguasai keahlian terapan melaui permainan, sehingga seseorang mempunyai kemampuan untuk memberikan pelayanan dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada teman sebayanya. Jadi kita sebagai generasi penerus ada baiknya menjaga dan melesterikan permainan tradisonal yang sudah menjadi warisan secara turun-temurun supaya permainan tersebut tidak hilang atau punah.

  1. Lihat situs resmi Kemdikbud, “Warisan Tak Benda Indonesia”, diakses 18 Oktober 2023, 19.00 WIB di https://
    warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=7086 ↩︎
  2. Paradisa, T., & Asriwandari, H. (2017). Permainan tradisional lompat tali merdeka sebagai media pelaksanaan proses
    game stage di SD Negeri 94 Pekanbaru (Doctoral dissertation, Riau University) ↩︎